Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts

Thursday, May 3, 2018

FILSAFAT ILMU DALAM BIDANG PENDIDIKAN

FILSAFAT ILMU DALAM BIDANG PENDIDIKAN

Oleh

Dr. Fattah Hanurawan, MSi, MEd.

FILSAFAT ILMU
Filsafat
Sebelum sampai pada definisi filsafat ilmu maka terlebih dahulu dideskripsikan pengertian filsafat.
Filsafat adalah disiplin yang mempelajari objek-objek kemanusiaan secara menyeluruh
(komprehensif), merangkum, spekulatif rasional, dan mendalam sampai ke akarnya (radiks),
sehingga diperoleh inti hakiki dari objek yang dipelajari. Masalah-masalah kemanusiaan utama
dalam hidup ini meliputi 3 hubungan penting manusia dalam kehidupannya, yaitu:
 Hubungan manusia dengan keberadaan Tuhan.
 Hubungan manusia dengan keberadaan alam semesta.
 Hubungan manusia dengan keberadaan manusia, baik secara individual maupun kelompok.

Cabang-Cabang filsafat
Cabang-cabang filsafat yang utama adalah sebagai berikut :
 Metafisika (ontologi). Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari hakekat realitas
terdalam dari segala sesuatu, baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat non fisik.
 Epistemologi adalah cabang filsafat yang melakukan penelaahan tentang hakekat pengetahuan
manusia. Secara khusus, dalam epistemologi dilakukan kajian-kajian yang mendalam tentang
hakekat terjadinya perbuatan mengetahui, sumber pengetahuan, tingkat-tingkat pengetahuan,
metode untuk memperoleh pengetahuan, kesahihan pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan.
 Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari hakekat nilai. Berdasar pada pokok
penekanannya, aksiologi dapat dibagi menjadi etika (filsafat tentang baik buruk perilaku manusia)
atau filsafat moral dan estetika atau filsafat keindahan.

Selain cabang-cabang utama filsafat di atas, terdapat cabang-cabang filsafat lain yang bersifat
khusus. Cabang filsafat khusus itu antara lain adalah: filsafat manusia, filsafat ketuhanan, filsafat
agama, filsafat sosial dan politik, dan filsafat pendidikan.

Filsafat Ilmu
Psillos & Curd (2008) menjelaskan bahwa filsafat ilmu adalah filsafat yang berhubungan dengan
masalah-masalah filosofis dan fundamental yang terdapat dalam ilmu. Dalton dkk. (2007)
menjelaskan bahwa filsafat ilmu mengacu pada keyakinan seseorang tentang esensi pengetahuan
ilmiah, esensi metode dalam pencapaian pengetahuan ilmiah, dan hubungan antara ilmu dan
perilaku manusia.
Lacey (1996) mengajukan definisi filsafat ilmu sebagai suatu studi filosofis yang sangat luas dan
mendalam tentang ilmu. Studi filosofis yang sangat luas dan mendalam tentang ilmu itu pada
dasarnya mencakup bahasan-bahasan seperti:

 Hakekat ilmu.
 Tujuan ilmu.
 Metode ilmu.
 Bagian-bagian ilmu.
 Jangkauan ilmu.
 Hubungan ilmu dengan masalah-masalah kehidupan yang lain (nilai, etika, moral, kesejahteraan
manusia).

Dalam konteks yang bersifat melengkapi, Rudner (1966) mengemukakan bahwa filsafat ilmu adalah
bagian dari epistemologi yang memiliki fokus pada kajian tentang karakteristik pengetahuan ilmiah.
Selanjutnya, Rudner (1966) juga menyatakan bahwa filsafat ilmu pun memiliki bagian-bagian yang
berkembang tersendiri berdasar pada objek-objek spesifiknya. Bagian-bagian itu antara lain adalah
filsafat ilmu-ilmu sosial, filsafat ilmu-ilmu alam, filsafat ilmu pendidikan, dan filsafat ilmu fisika.
Menurut French & Saatsi (2011) sejarah filsafat ilmu sebagai disiplin yang bersifat mandiri (memiliki
jurnal, komunitas ilmiah, dan pertemuan ilmiah) termasuk masih muda dengan usia sekitar 80 tahun.
Namun demikian, sebenarnya keberadaan filsafat ilmu telah ada sejak berkembangnya ilmu itu
sendiri pada masa Aristoteles yang dapat dianggap sebagai ilmuwan pertama. Filsafat ilmu
melakukan penelaahan terhadap isu-isu metode ilmiah, hakekat teori ilmiah dan bagaimana
hubungan teori dengan realitas, dan tujuan-tujuan ilmu.
Berdasar berbagai definisi tentang filsafat ilmu yang telah diuraikan kemudian dapat disimpulkan
pengertian singkat filsafat ilmu:
 Filsafat ilmu adalah sebagai cabang filsafat, khususnya epistemologi, yang mempelajari tentang
hakekat pengetahuan ilmu (Hanurawan, 2012).
Keterangan: banyak filsuf memberi penekanan filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat pengetahuan
(epistemologi) karena filsafat ilmu banyak melakukan kajian tentang salah satu jenis pengetahuan,
yaitu pengetahuan keilmuan atau pengetahuan ilmiah.
Dalam filsafat ilmu terdapat pembagian filsafat ilmu menjadi filsafat ilmu umum dan filsafat ilmu
khusus (Psillos & Curd, 2008). Filsafat ilmu umum adalah filsafat ilmu untuk semua ilmu, sedangkan
filsafat ilmu secara individual adalah filsafat ilmu tentang ilmu-ilmu tersendiri, seperti filsafat ilmu
psikologi, filsafat ilmu-ilmu sosial, dan tentu saja filsafat ilmu pendidikan.
Filsafat ilmu umum lebih menekankan konsep-konsep filosofis ilmu dan ciri-ciri umum metode ilmiah
yang digunakan oleh semua ilmu. Ini berarti dalam filsafat ilmu umum yang menjadi objek telaah
adalah semua ilmu. Sedangkan dalam filsafat ilmu khusus lebih menekankan pada telaah konsep-
konsep filosofis pada ilmu-ilmu tertentu dan ciri-ciri metode ilmiah yang digunakan oleh ilmu-ilmu
khusus (matematika, biologi, ekonomi, psikologi, fisika, dan ilmu pendidikan).

FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN
Pengertian
Berpijak pada beberapa definisi tentang filsafat ilmu itu maka kemudian dapat dibuat aplikasi
pengertian filsafat ilmu dalam bidang pendidikan, yang dapat disebut dengan istilah filsafat ilmu
pendidikan. Filsafat ilmu pendidikan adalah filsafat, khususnya adalah cabang dari filsafat
pengetahuan (epistemologi), yang secara mendalam, spekulatif, dan komprehensif mempelajari
tentang hakekat ilmu pendidikan.

Apabila dilihat secara lebih mendalam, yaitu karena filsafat ilmu pendidikan termasuk cabang dari
filsafat maka dapat dikemukakan bahwa dasar-dasar berpikir dalam melakukan perenungan filsafat
ilmu pendidikan harus mengacu pada dasar-dasar filsafat yang utama, yaitu dasar metafisika
(ontologi), dasar epistemologi, dan dasar aksiologi,
Dasar metafisika ilmu berarti bahwa suatu ilmu pendidikan harus memiliki dasar eksistensi untuk
dapat menetapkan realitas dirinya dalam dunia pengetahuan ilmiah secara khusus dan dunia
pengetahuan pada umumnya. Keberadaan ilmu pendidikan biasanya dihubungkan dengan
pandangan metafisika dan objek utama yang menjadi kajian ilmu. Pandangan metafisika itu
misalnya terkait dengan pertanyaan-pertanyaan:
 Apakah hakekat keberadaan ilmu itu bersifat monis (satu) di seluruh dunia atau bersifat plural?
 Selanjutnya, apabila bersifat monis timbul pertanyaan lanjutan: Apakah hakekat keberadaan ilmu
bersifat material atau spiritual?
 Selanjutnya, apabila bersifat plural timbul pertanyaan lanjutan: Bagaimana hubungan hakekat
keberadaan ilmu yang bersifat material, kejiwaan, dan spiritual?

Dalam bidang ilmu pendidikan, dasar metafisika yang terkait dengan objek ilmu pendidikan dapat
ditemui dalam keberadaan aliran-aliran besar dalam ilmu pendidikan. Aliran-aliran besar dalam ilmu
pendidikan itu misalnya dapat ditemui dalam aliran pendidikan behavioristik yang menganut paham
monisme materialistik dan aliran pendidikan transpersonal yang cenderung bersifat plural.
Dasar epistemologi ilmu atau dasar filsafat pengetahuan ilmu berarti bahwa suatu ilmu harus
memiliki kriteria dasar bagi penentuan suatu pengetahuan dapat disebut sebagai pengetahuan
ilmiah. Dalam bidang ilmu pendidikan, dasar epistemologi ilmu terkait dengan objek kajian ilmu
pendidikan, metode pemerolehan pengetahuan dalam ilmu pendidikan, batas-batas pengetahuan
ilmu pendidikan, dan validitas pengetahuan ilmiah dalam ilmu pendidikan (kriteria kebenaran suatu
pengetahuan ilmiah).
Dasar aksiologi ilmu berarti bahwa ilmu harus dapat menetapkan kriteria yang seharusnya ada
tentang hubungan antara ilmu dan nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan itu mencakup
nilai etika dan nilai keindahan. Dalam ilmu pendidikan, dasar aksiologi terkait dengan penerapan
prinsip etika dan estetika dalam penelitian dan praktek ilmu pendidikan.

Ruang Lingkup Filsafat Ilmu Pendidikan
Berdasar dasar-dasar metafisika, epistemologi, dan aksiologi ilmu maka secara umum, ruang
lingkup yang menjadi bidang kajian filsafat ilmu adalah sebagai berikut:
 Masalah-masalah metafisika atau eksistensi realitas yang berhubungan dengan keberadaan
suatu ilmu.
 Masalah-masalah epistemologis atau metode pencapaian pengetahuan yang berhubungan
dengan ilmu.
 Masalah-masalah etika atau moralitas yang berhubungan dengan aktivitas pencapaian ilmu dan
penerapan ilmu dalam kehidupan masyarakat.
 Masalah-masalah estetika atau keindahan yang berhubungan dengan ilmu.


Selain tinjauan ruang lingkup yang bersifat umum berdasar cabang-cabang utama yang menjadi
dasar landasan ilmu, secara lebih teknis ruang lingkup yang menjadi bidang kajian filsafat ilmu dapat
dipilah berdasar topik-topik yang bersifat lebih khusus. Dalam hal ini seperti telah termaktub dalam
pendapat Lacey (1996) tentang pengertian filsafat ilmu sebelumnya, maka ruang lingkup filsafat ilmu
dapat dipilah menurut topik-topik sebagai berikut:
 Hakekat ilmu
 Tujuan aktivitas keilmuan
 Metode keilmuan
 Bagian-bagian ilmu
 Jangkauan ilmu
 Hubungan ilmu dengan masalah-masalah kehidupan lain di luar ilmu.

Dalam konteks yang hampir sama dengan pendapat Lacey (1996), Earle (1992) secara tersirat
mengemukakan bidang-bidang kajian yang menjadi ruang lingkup perenungan filsafat ilmu, yaitu:
 Pengertian ilmu
 Tujuan ilmu
 Masalah metodologi dalam kegiatan keilmuan
 Penggolongan ilmu
 Pengembangan teori, model, dan paradigma keilmuan
 Ilmu dan kesejahteraan manusia
 Aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat ilmu.

Demikianlah beberapa pemikiran tentang ruang lingkup yang menjadi bidang kajian filsafat ilmu.
Apabila diperbandingkan ruang lingkup-ruang lingkup tersebut satu dengan yang lain maka
kemudian dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya beberapa uraian tentang ruang
lingkup itu bersifat saling melengkapi dan memiliki inti yang kurang lebih sama.
Apabila ruang lingkup filsafat ilmu itu diterapkan dalam ilmu pendidikan maka diperoleh rumusan
ruang lingkup filsafat ilmu dalam ilmu pendidikan adalah sebagai berikut:
 Masalah-masalah metafisika atau eksistensi realitas yang berhubungan dengan keberadaan ilmu
pendidikan.
 Masalah-masalah epistemologis atau metode pencapaian pengetahuan yang berhubungan
dengan ilmu pendidikan
 Masalah-masalah etika atau moralitas yang berhubungan dengan aktivitas pencapaian ilmu dan
penerapan ilmu pendidikan dalam kehidupan masyarakat.
 Masalah-masalah estetika atau keindahan yang berhubungan dengan ilmu pendidikan.

Selain itu, ruang lingkup filsafat ilmu yang diterapkan dalam ilmu pendidikan juga dapat dirumuskan
sebagai sebagai berikut:
 Pengertian ilmu pendidikan
 Tujuan ilmu pendidikan
 Masalah metodologi dalam kegiatan keilmuan pendidikan

 Penggolongan dalam ilmu pendidikan
 Pengembangan teori, model, dan paradigma keilmuan dalam ilmu pendidikan
 Hubungan ilmu pendidikan dan kesejahteraan manusia
 Aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat ilmu pada ilmu pendidikan.

HAKEKAT ILMU PENDIDIKAN
Pengertian Ilmu
Sebelum sampai pada pengertian ilmu pendidikan maka perlu dideskripsikan terlebih dahulu
pengertian ilmu. Marczyk dkk. (2005) mengemukakan definisi ilmu sebagai suatu pendekatan
metodologis dan sistematik untuk memperoleh pengetahuan baru. Sprinthall dkk. (1991)
mendefinisikan ilmu sebagai suatu pengetahuan yang teorganisir dan sekumpulan teknik sistematik
untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Definisi ini memberikan penegasan bahwa ilmu merupakan
pengetahuan yang bersifat sistematik dan tidak dapat dipisahkan dari metode ilmiah sebagai teknik
untuk memperoleh pengetahuan ilmiah.
Syarat-Syarat Ilmu
Giorgi (1995) menjelaskan bahwa tidak semua ragam pengetahuan dapat diklasifikasikan sebagai
pengetahuan ilmiah. Suatu jenis pengetahuan dapat memiliki status sebagai pengetahuan ilmiah
karena memenuhi empat syarat. Empat syarat itu adalah bahwa pengetahuan itu harus bersifat
sistematis, metodis, kritis, dan universal.
 Pengetahuan ilmiah bersifat sistematis berarti aspek-aspek berbeda yang menjadi bagian dari
suatu pengetahuan memiliki potensi untuk terkait satu dengan yang lain dalam konteks sebuah
sistem. Aspek-aspek berbeda yang terkandung dalam pengetahuan ilmiah tidak merupakan
suatu keadaan yang tidak beraturan, melainkan harus menuruti pola dan struktur tertentu.
 Pengetahuan ilmiah bersifat kritis berarti bahwa pengetahuan itu terbuka bagi studi lebih lanjut.
Dalam konteks ini, suatu pengetahuan ilmiah, misalnya suatu teori atau hukum umum, yang
dikembangkan oleh seorang ilmuwan tidak diterima begitu saja tanpa syarat namun ilmuwan lain
diperbolehkan untuk menguji atau bahkan melakukan perlawanan terhadap teori itu.
Perkembangn sifat kritis dalam dunia ilmiah sangat terbantu oleh kemauan para ilmuwan untuk
melakukan sosialisasi teori dalam suatu komunitas ilmiah, sehingga suatu teori akan mendapat
kesempatan untuk dikritisi dalam publik yang lebih luas. Sosialisasi itu dapat melalui forum-forum
ilmiah, seperti penerbitan berkala atau jurnal ilmiah, buku ilmiah, seminar, dan promosi hasil
penelitian.
 Pengetahuan ilmiah bersifat metodis berarti bahwa metode atau cara untuk mengumpulkan dan
menganalisis data secara intersubjektif harus tersedia. Hasil karya seorang jenius yang tidak
menggunakan metode mungkin saja dapat dinilai sangat mengagumkan, namun hasil karya itu
tidak dapat diklasifikasikan sebagai pengetahuan ilmiah. Hasil karya itu tidak dapat
diklasifikasikan sebagai pengetahuan ilmiah karena orang lain secara intersubjektif tidak mungkin
untuk melakukan itu lagi dalam cara-cara yang secara relatif kurang lebih serupa.
 Pengetahuan ilmiah bersifat universal berarti bahwa hasil-hasil pengetahuan ilmiah memiliki
kemampuan untuk diterapkan secara umum pada konteks dan situasi yang kurang lebih sama.
Universalitas ini akan menjamin hasil-hasil penelitian sebagai suatu kegiatan ilmiah memiliki
kemampuan generalisasi eksternal terhadap konteks dan situasi yang memiliki ciri-ciri sama.
Berdasar uraian tentang hakekat ilmu maka itu berarti bahwa keberadaan ilmu pendidikan sebagai
sebuah ilmu pun dapat ditinjau berdasar syarat-syarat yang telah dideskripsikan itu.
Pengertian Ilmu Pendidikan
Pengertian pendidikan yang dapat ditawarkan oleh penulis adalah sebagai berikut:

 Pendidikan adalah ilmu tentang proses transformasi cara berpikir, berperasaan, dan berperilaku
dari generasi tua kepada generasi muda dalam suatu komunitas.

Objek Kajian Ilmu Pendidikan
Ilmu adalah studi yang bersifat sistematis dan intersubjektif tentang suatu fenomena yang memiliki
tata aturan tersendiri. Objek-objek utama yang menjadi bidang kajian ilmu pendidikan antara lain
adalah:
 Belajar, pengajaran, dan pelatihan,
 Metode belajar, pengajaran, dan pelatihan.
 Perilaku guru dan siswa.
 Media pengajaran dan belajar

Tujuan Ilmu Pendidikan
 Mendeskripsikan aktivitas mental dan perilaku manusia.
 Memahami aktivitas pendidikan.
 Meramal aktivitas pendidikan.
 Mengendalikan aktivitas pendidikan.
 Memecahkan masalah-masalah pendidikan.

Metode dalam Ilmu Pendidikan
Dalam upaya untuk mencapai tujuan-tujuan ilmu pendidikan itu, ilmu pendidikan sebagai salah satu
bidang ilmiah memiliki metode penelitian yang disesuaikan dengan objek-objek kajian pendidikan.
Metode-metode penelitian pendidikan itu antara lain adalah:
 Positivistik (kuantitatif). Tujuan penelitian adalah untuk menetapkan objektivitas berdasar pada
bukti-bukti empiris dan hukum-hukum yang dapat digeneralisasi tanpa memperhatikan atau
tanpa dipengaruhi oleh konteks tempat penelitian dilakukan. Objektivitas hasil penelitian sangat
ditentukan oleh peminimalan kesalahan dalam proses pengukuran. Tujuan penelitian adalah
deskripsi, penjelasan, kontrol, dan prediksi. Contoh aliran pendidikan yang menggunakan metode
positivistik adalah pendidikan behavioristik.
 Interpretif (kualitatif). Tujuan penelitian adalah pemahaman terhadap bahasa dan perilaku yang
bersifat sehari-hari atau bersifat alamiah yang berujung pada temuan-temuan makna dan
keyakinan yang ada dalam diri partisipan. Hubungan antara ilmu, metode penelitian, dan proses
penelitian dengan   nilai adalah lekat nilai atau bermuatan nilai (value-laden). Dalam hal ini
pengetahuan ilmiah sebagai hasil dari penelitian metode penelitian interpretif termuat di
dalamnya nilai-nilai personal dan sosial budaya partisipan penelitian. Contoh aliran pendidikan
yang menggunakan metode interpretif adalah psikologi humanistik atau bidang-bidang
pendidikan yang berhubungan dengan konteks budaya.
 Penelitian kritis memberi kesempatan kepada peneliti, praktisi, dan partisipan menjelaskan dan
menantang sumber-sumber dominasi dan eksploitasi yang ada dalam kehidupan sosial budaya
tempat hidup seseorang. Penelitian kritis merupakan penelitian yang bertujuan pemberdayaan
terhadap individu-individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang mengalami
penindasan (oppressed). Oleh karena itu, penelitian kritis memiliki sifat-sifat: terbuka ideologi,
kritik sosial, terbuka politik, dan orientasi emansipatori (Connole dkk., 1993). Tujuan penelitian
kritis adalah untuk melakukan pemberdayaan (empowerment) berupa: pengembangan
kesadaran kritis dan pengembangan tindakan (action) pada individu-individu atau kelompok-

kelompok yang tertindas (perempuan, buruh, dan siswa). Contoh aliran pendidikan yang
menggunakan metode penelitian kritis adalah pendidikan kritis.

KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan terkait deskripsi filsafat ilmu dalam bidang pendidikan adalah sebagai berikut:
 Filsafat ilmu adalah sebagai cabang filsafat, khususnya epistemologi, yang mempelajari tentang
hakekat pengetahuan ilmu.
 Filsafat ilmu pendidikan adalah filsafat, khususnya adalah cabang dari filsafat pengetahuan
(epistemologi), yang secara mendalam, spekulatif, dan komprehensif mempelajari tentang
hakekat ilmu pendidikan.
 Masalah-masalah filsafat ilmu pendidikan adalah: pengertian ilmu pendidikan, tujuan ilmu
pendidikan, masalah metodologi dalam kegiatan keilmuan pendidikan, penggolongan dalam ilmu
pendidikan, pengembangan teori, model, dan paradigma keilmuan dalam ilmu pendidikan,
hubungan ilmu pendidikan dan kesejahteraan manusia, dan aliran-aliran yang terdapat dalam
filsafat ilmu pada ilmu pendidikan
 Hakekat ilmu pendidikan adalah ilmu tentang proses transformasi cara berpikir, berperasaan, dan
berperilaku dari generasi tua kepada generasi muda dalam suatu komunitas.
 Metode-metode penelitian pendidikan adalah positivistik, interpretif, dan kritis.






DAFTAR RUJUKAN
Connole, H.C. 1993. Issues and Methods in Research. Dalam H.C. Connole, B. Smith, & R.
Wiseman (Eds.) Research Methodology 1: Issues and Methods in Research. Geelong: Deakin
University.
Dalton, J.H. Elias, M.J., & Wandersman, A. 2007. Community Psychology: Linking Individuals and
Communities. Belmont CA: Thomson.Earle, J.E.1992. Introduction to Philosophy. New York:
McGraw-Hills Incorporation,
French, S. & Saatsi, J. 2011. Introduction. S. French & J. Saatsi (Eds.) The Continuum Companion
to the Philosophy of Science (pp. 1 – 14). London: Continuum.
Giorgi, A. 1995. Phenomenological Psychology. A.J. Smith, R. Harre & L. Van Langenhove
(Eds.) Rethinking Psychology. London: Sage Publications.
Hanurawan, F. 2012 Filsafat Ilmu Psikologi. Malang: Fakultas P. Psikologi: Universitas Negeri
Malang.
Lacey, A.R. 1996. Dictionary of Philosophy. London: Routledge.

Marczyk, G., DeMatteo, D., & Festinger, D. 2005. Essential of Research Design and
Methodology. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Psillos, S. & Curd, M. 2008. Introduction. S. Psillos & M. Curd (Eds.) The Routledge Companion to
Philosophy of Science (xix – xxvii). London: Routledge.
Rudner, R.S. 1966. Philosophy of Social Science (Foundations of Philosophy). Ann Arbor, MI:
Prentice Hall.
Sprintall, R.C., Schmutte, G.T., & Sirois, L. 1991. Understanding Educational Research. Englewood
Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Read more ...

Wednesday, September 20, 2017

Apa Itu Kamang bagi suku dayak

Kamang atau Panglima Burung

Orang Dayak adalah sukubangsa yang menghargai kehidupan. Walaupun di masa lampau mereka dikenal sebagai sukubangsa pengayau dan suka berperang, kegiatan tersebut telah banyak berkurang sejak pertemuan Tumbang Anoi tahun 1894. Bila terjadi perselisihan atan perkelahian, yang bersalah harus membayar ganti rugi dan denda. Begitu juga bila satu pihak sampai terbunuh, yang membunuh harus membayar ganti rugi dan denda kepada keluarga yang terbunuh, yang harus dilakukan melalui serangkaian upacara adat. Bila si pembunuh tidak menaati ketentuan ganti rugi dan denda, dan tidak mau melakukan upacara adat berkenaan dengan kematian lawannya, nyawa barus dibayar dengan nyawa. Dalam keadaan sadar, hati nurani Orang Dayak tidak akan mampu melakukan balas dendam: nyawa dibayar nyawa. Untuk itu mereka melakukan upacara ”nyaru tariu” untuk memanggil kamang tariu atau roh panglima-panglima perang yang akan merasuki tubuh mereka. Dalam keadaan kemasukan kamang tariu inilah mereka mampu melakukan pembunuhan, bahkan kanibalisme. Menurut Giring, proses “baparang” dan “babunuh” merupakan ekspresi ketakutan yang tak tertahankan dan kemudian dikeluarkan.


Kamang adalah roh-roh leluhur dari orang dayak. Ia berpakaian cawat dan kain kepala warna merah dan putih diputar bersama ( tangkulas ). Ini juga pakaian dari pengayau kalau mereka pulang dengan membawa hasil. Kamang pandai melihat, mencium bau dan makanannya darah. Ini terlihat dari upacara-upacara adat. Darah untuk kamang dan beras kuning untuk jubata. Kamang tariu dan kamang 7 bersaudara. Kamang tariu adalah adalah Kamang Nyado dan Kamang Lejak. Sedangkan kamang 7 bersaudara adalah Bujakng Nyangko ( yang tertua ) tinggal dibukit samabue, Bujakng Pabaras, Saikng Sampit, Sasak Barinas, Gagar Buluh, Buluh Layu’ dan Kamang Bungsu ( dari Santulangan ). Bujakng Nyangko adalah kamang yang baik. Sedangkan yang lain terkadang baik dan terkadang jahat. Saikng sampit, Sasak Barinas, Gagar Buluh dan Buluh Layu’ adalah kamang yang sering tidak senang dan menyebabkan pada waktu itu penyakit dan kematian. Kamang Tariu dengan 7 bersaudara itu adalah pelindung dari para pengayau.
Suku Dayak terdiri dari ratusan subsuku. Masing-masing subsuku mempunyai bahasa yang berbeda. Tetapi adat dan budaya mereka hampir mirip satu sama lain. Dengan pengaruh shamanisme yang kuat hampir semua peristiwa besar selalu dihubungkan dengan kejadian mistis. Karena pluralitas diantara mereka konsep mengenai kamang dan perangpun berbeda. Tetapi konsep kamang yang saya ungkapkan diatas adalah konsep yang paling umum ditemui, terutama rumpun Kanayatn.
Selain itu dalam perang muncul tokoh mistis lain seperti Panglima burung, Panglima api, Panglima Petir. Tetapi yang populer adalah tokoh Panglima burung…
Read more ...

Sunday, June 18, 2017

Agama Yg di dianut oleh suka Dayak dari nenek moyang dan Sampai sekarang





Agama Yg dianut oleh suka Dayak


Masyarakat rumpun Dayak Ngaju dan rumpun Dayak Ot Danum menganut agama leluhur yang diberi nama oleh Tjilik Riwut sebagai agama Kaharingan yang memiliki ciri khas adanya pembakaran tulang dalam ritual penguburan. Sedangkan agama asli rumpun Dayak Banuaka tidak mengenal adanya pembakaran tulang jenazah. Bahkan agama leluhur masyarakat Dayak Meratus di Kalimantan Selatan lebih menekankan ritual dalam kehidupan terutama upacara/ritual pertanian maupun pesta panen yang sering dinamakan sebagai agama Balian.Agama-agama asli suku-suku Dayak sekarang ini kian lama kian ditinggalkan. Sejak abad pertama Masehi, agama Hindu mulai memasuki Kalimantan dengan ditemukannya Candi Agung sebuah peninggalan agama Hindu di Amuntai, Kalimantan Selatan, selanjutnya berdirilah kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha. Semenjak abad ke-4 masyarakat Kalimantan memasuki era sejarah yang ditandai dengan ditemukannya prasasti peninggalan dari Kerajaan Kutai yang beragama Hindu di Kalimantan Timur.Penemuan arca-arca Buddha yang merupakan peninggalan Kerajaan Brunei kuno, Kerajaan Sribangun (di Kota Bangun, Kutai Kartanegara) dan Kerajaan Wijayapura. Hal ini menunjukkan munculnya pengaruh hukum agama Hindu-Buddha dan asimilasi dengan budaya India yang menandai kemunculan masyarakat multietnis yang pertama kali di Kalimantan.Penemuan Batu Nisan Sandai menunjukan penyebaran agama Islam di Kalimantan sejak abad ke-7 mencapai puncaknya di awal abad ke-16, masyarakat kerajaan-kerajaan Hindu menjadi pemeluk-pemeluk Islam yang menandai kepunahan agama Hindu dan Buddha di Kalimantan. Sejak itu mulai muncul hukum adat Banjar dan Melayu yang dipengaruhi oleh sebagian hukum agama Islam (seperti budaya makanan, budaya berpakaian, budaya bersuci), namun umumnya masyarakat Dayak di pedalaman tetap memegang teguh pada hukum adat/kepercayaan Kaharingan.Sebagian besar masyarakat Dayak yang sebelumnya beragama Kaharingan kini memilih Kekristenan, namun kurang dari 10% yang masih mempertahankan agama Kaharingan. Agama Kaharingan sendiri telah digabungkan ke dalam kelompok agama Hindu (baca: Hindu Bali) sehingga mendapat sebutan agama Hindu Kaharingan. Namun ada pula sebagian kecil masyarakat Dayak kini mengkonversi agamanya dari agama Kaharingan menjadi agama Buddha (Buddha versi Tionghoa), yang pada mulanya muncul karena adanya perkawinan antarsuku dengan etnis Tionghoa yang beragama Buddha, kemudian semakin meluas disebarkan oleh para Biksu di kalangan masyarakat Dayak misalnya terdapat pada masyarakat suku Dayak Dusun Balangan yang tinggal di kecamatan Halong di Kalimantan Selatan.Di Kalimantan Barat, agama Kristen diklaim sebagai agama orang Dayak (sehingga Dayak Muslim Kalbar terpaksa membentuk Dewan Adat Dayak Muslim tersendiri), tetapi hal ini tidak berlaku di propinsi lainnya sebab orang Dayak juga banyak yang memeluk agama Islam namun tetap menyebut dirinya sebagai suku Dayak.Di wilayah perkampungan-perkampungan Dayak yang masih beragama Kaharingan berlaku hukum adat Dayak. Wilayah-wilayah di pesisir Kalimantan dan pusat-pusat kerajaan Islam, masyarakatnya tunduk kepada hukum adat Banjar/Melayu seperti suku Banjar, Melayu-Senganan, Kedayan, Bakumpai, Kutai, Paser, Berau, Tidung, dan Bulungan. Bahkan di wilayah perkampungan-perkampungan Dayak yang telah sangat lama berada dalam pengaruh agama Kristen yang kuat kemungkinan tidak berlaku hukum adat Dayak/Kaharingan. Di masa kolonial, orang-orang bumiputera Kristen dan orang Dayak Kristen di perkotaan disamakan kedudukannya dengan orang Eropa dan tunduk kepada hukum golongan Eropa. Belakangan penyebaran agama Nasrani mampu menjangkau daerah-daerah Dayak terletak sangat jauh di pedalaman sehingga agama Nasrani dianut oleh hampir semua penduduk pedalaman dan diklaim sebagai agama orang Dayak.Jika kita melihat sejarah pulau Borneo dari awal. Orang-orang dari Sriwijaya, orang Melayu yang mula-mula migrasi ke Kalimantan. Etnis Tionghoa Hui Muslim Hanafi menetap di Sambas sejak tahun 1407, karena pada masa Dinasti Ming, bandar Sambas menjadi pelabuhan transit pada jalur perjalanan dari Champa ke Maynila, Kiu kieng (Palembang) maupun ke Majapahit. Banyak penjabat Dinasti Ming adalah orang Hui Muslim yang memiliki pengetahuan bahasa-bahasa asing misalnya bahasa Arab. Laporan pedagang-pedagang Tionghoa pada masa Dinasti Ming yang mengunjungi Banjarmasin pada awal abad ke-16 mereka sangat khawatir mengenai aksi pemotongan kepala yang dilakukan orang-orang Biaju di saat para pedagang sedang tertidur di atas kapal. Agamawan Nasrani dan penjelajah Eropa yang tidak menetap telah datang di Kalimantan pada abad ke-14 dan semakin menonjol di awal abad ke-17 dengan kedatangan para pedagang Eropa. Upaya-upaya penyebaran agama Nasrani selalu mengalami kegagalan, karena pada dasarnya pada masa itu masyarakat Dayak memegang teguh kepercayaan leluhur (Kaharingan) dan curiga kepada orang asing, seringkali orang-orang asing terbunuh. Penduduk pesisir juga sangat sensitif terhadap orang asing karena takut terhadap serangan bajak laut dan kerajaan asing dari luar pulau yang hendak menjajah mereka. Penghancuran keraton Banjar di Kuin tahun 1612 oleh VOC Belanda dan serangan Mataram atas Sukadana tahun 1622 dan potensi serangan Makassar sangat mempengaruhi kerajaan-kerajaan di Kalimantan. Sekitar tahun 1787, Belanda memperoleh sebagian besar Kalimantan dari Kesultanan Banjar dan Banten. Sekitar tahun 1835 barulah misionaris Kristen mulai beraktifitas secara leluasa di wilayah-wilayah pemerintahan Hindia Belanda yang berdekatan dengan negara Kesultanan Banjar. Pada tanggal 26 Juni 1835, Barnstein, penginjil pertama Kalimantan tiba di Banjarmasin dan mulai menyebarkan agama Kristen ke pedalaman Kalimantan Tengah. Pemerintah lokal Hindia Belanda malahan merintangi upaya-upaya misionaris.


Sumber >> id.wikipedia.org
Read more ...

Etimologi Suku Dayak






Etimologi Suku Dayak




Masyarakat Dayak Barito beragama Islam yang dikenali sebagai suku Bakumpai di sungai Barito tempo dulu.

Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu. Ini terutama berlaku di Malaysia, karena di Indonesia ada suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap termasuk kategori Dayak walaupun beberapa di antaranya disebut dengan Suku Banjar dan Suku Kutai. Terdapat beragam penjelasan tentang etimologi istilah ini. Menurut Lindblad, kata Dayak berasal dari kata daya dari bahasa Kenyah, yang berarti hulu sungai atau pedalaman. King, lebih jauh menduga-duga bahwa Dayak mungkin juga berasal dari kata aja, sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli atau pribumi. Dia juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari bahasa Jawa Tengah yang berarti perilaku yang tak sesuai atau yang tak pada tempatnya.

Istilah untuk suku penduduk asli dekat Sambas dan Pontianak adalah Daya (Kanayatn: orang daya= orang darat), sedangkan di Banjarmasin disebut Biaju (bi= dari; aju= hulu). Jadi semula istilah orang Daya (orang darat) ditujukan untuk penduduk asli Kalimantan Barat yakni rumpun Bidayuh yang selanjutnya dinamakan Dayak Darat yang dibedakan dengan Dayak Laut (rumpun Iban). Di Banjarmasin, istilah Dayak mulai digunakan dalam perjanjian Sultan Banjar dengan Hindia Belanda tahun 1826, untuk menggantikan istilah Biaju Besar (daerah sungai Kahayan) dan Biaju Kecil (daerah sungai Kapuas Murung) yang masing-masing diganti menjadi Dayak Besar dan Dayak Kecil, selanjutnya oleh pihak kolonial Belanda hanya kedua daerah inilah yang kemudian secara administratif disebut Tanah Dayak. Sejak masa itulah istilah Dayak juga ditujukan untuk rumpun Ngaju-Ot Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah “Dayak” dipakai meluas yang secara kolektif merujuk kepada suku-suku penduduk asli setempat yang berbeda-beda bahasanya, khususnya non-Muslim atau non-Melayu. Pada akhir abad ke-19 (pasca Perdamaian Tumbang Anoi) istilah Dayak dipakai dalam konteks kependudukan penguasa kolonial yang mengambil alih kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-daerah pedalaman Kalimantan. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Dr. August Kaderland, seorang ilmuwan Belanda, adalah orang yang pertama kali mempergunakan istilah Dayak dalam pengertian di atas pada tahun 1895.

Arti dari kata ‘Dayak’ itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans (1987), misalnya, menulis bahwa menurut sebagian pengarang, ‘Dayak’ berarti manusia, sementara pengarang lainnya menyatakan bahwa kata itu berarti pedalaman. Commans mengatakan bahwa arti yang paling tepat adalah orang yang tinggal di hulu sungai. Dengan nama serupa, Lahajir et al. melaporkan bahwa orang-orang Iban menggunakan istilah Dayak dengan arti manusia, sementara orang-orang Tunjung dan Benuaq mengartikannya sebagai hulu sungai. Mereka juga menyatakan bahwa sebagian orang mengklaim bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang diakui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet. Lahajir et al. mencatat bahwa setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli Kalimantan dalam literatur, yaitu Daya, Dyak, Daya, dan Dayak. Penduduk asli itu sendiri pada umumnya tidak mengenal istilah-istilah ini, akan tetapi orang-orang di luar lingkup merekalah yang menyebut mereka sebagai ‘Dayak’
Asal mula
Read more ...

Tradisi Penguburan Suku Dayak Yg Mukin ada harus Ketahui





Tradisi Penguburan Suka Daya

Peti kubur di Kutai. Foto tersebut merupakan foto kuburan Dayak Benuaq di Kutai. Peti yang dimaksud adalah Selokng (ditempatkan di Garai). Ini merupakan penguburan primer - tempat mayat melalui Upacara/Ritual Kenyauw. Sementara di sebelahnya (terlihat sepotong) merupakan Tempelaq yang merupakan tempat tulang si meninggal melalui Upacara/Ritual Kwangkay.

Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :
penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
penguburan di dalam peti batu (dolmen)
penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.

Menurut tradisi Dayak Benuaq baik tempat maupun bentuk penguburan dibedakan :
wadah (peti) mayat--> bukan peti mati : lungun, selokng dan kotak
wadah tulang-beluang : tempelaaq (bertiang 2) dan kererekng (bertiang 1) serta guci.

berdasarkan tempat peletakan wadah (kuburan) Suku Dayak Benuaq :
lubekng (tempat lungun)
garai (tempat lungun, selokng)
gur (lungun)
tempelaaq dan kererekng

Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:
penguburan tahap pertama (primer)
penguburan tahap kedua (sekunder).
Penguburan primer[sunting | sunting sumber]
Parepm Api (Dayak Benuaq)
Kenyauw (Dayak Benuaq)
Penguburan sekunder

Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.

Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :
dikubur dalam tanah
diletakkan di pohon besar
dikremasi dalam upacara tiwah.
Prosesi penguburan sekunder
Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.
Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.
Marabia
Mambatur (Dayak Maanyan)
Kwangkai[Wara (Dayak Benuaq)


Read more ...

Sejarah Asal Mula Suka Dayak



Asal Mulai Suka Dayak yg Belum ada Ke tahui

Secara umum kebanyakan penduduk kepulauan Nusantara adalah penutur bahasa Austronesia. Saat ini teori dominan adalah yang dikemukakan linguis seperti Peter Bellwood dan Blust, yaitu bahwa tempat asal bahasa Austronesia adalah Taiwan. Sekitar 4 000 tahun lalu, sekelompok orang Austronesia mulai bermigrasi ke Filipina. Kira-kira 500 tahun kemudian, ada kelompok yang mulai bermigrasi ke selatan menuju kepulauan Indonesia sekarang, dan ke timur menuju Pasifik.

Namun orang Austronesia ini bukan penghuni pertama pulau Borneo. Antara 60.000 dan 70.000 tahun lalu, waktu permukaan laut 120 atau 150 meter lebih rendah dari sekarang dan kepulauan Indonesia berupa daratan (para geolog menyebut daratan ini "Sunda"), manusia sempat bermigrasi dari benua Asia menuju ke selatan dan sempat mencapai benua Australia yang saat itu tidak terlalu jauh dari daratan Asia.

Dari pegunungan itulah berasal sungai-sungai besar seluruh Kalimantan. Diperkirakan, dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Tetek Tahtum menceritakan migrasi suku Dayak Ngaju dari daerah perhuluan sungai-sungai menuju daerah hilir sungai-sungai.

Di daerah selatan Kalimantan Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak di daerah itu sering disebut Nansarunai Usak Jawa, yakni kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389. Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman ke wilayah suku Dayak Lawangan. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1520).

Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur kalimantan yang memeluk Islam keluar dari suku Dayak dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang Banjar dan Suku Kutai. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Batang Amandit, Batang Labuan Amas dan Batang Balangan. Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang pimpinan Banjar Hindu yang terkenal adalah Lambung Mangkurat menurut orang Dayak adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum). Di Kalimantan Timur, orang Suku Tonyoy-Benuaq yang memeluk Agama Islam menyebut dirinya sebagai Suku Kutai.[butuh rujukan] Tidak hanya dari Nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa tercatat mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming yang tercatat dalam buku 323 Sejarah Dinasti Ming (1368-1643). Dari manuskrip berhuruf hanzi disebutkan bahwa kota yang pertama dikunjungi adalah Banjarmasin dan disebutkan bahwa seorang Pangeran yang berdarah Biaju menjadi pengganti Sultan Hidayatullah I . Kunjungan tersebut pada masa Sultan Hidayatullah I dan penggantinya yaitu Sultan Mustain Billah. Hikayat Banjar memberitakan kunjungan tetapi tidak menetap oleh pedagang jung bangsa Tionghoa dan Eropa (disebut Walanda) di Kalimantan Selatan telah terjadi pada masa Kerajaan Banjar Hindu (abad XIV). Pedagang Tionghoa mulai menetap di kota Banjarmasin pada suatu tempat dekat pantai pada tahun 1736.

Kedatangan bangsa Tionghoa di selatan Kalimantan tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik. Tidak hanya itu, sebagian dari mereka juga ada bangsa Eropa.

Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Kaisar Yongle mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Cheng Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan di antaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci.
Read more ...

Thursday, August 21, 2014

Upaya pemajuan HAM di indonesia

A. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pemahaman Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama. Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia ( 2001 ), membagi perkembangan HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 ), periode setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang ).
A. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
• Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
• Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
• Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
• Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
• Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
• Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
• Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.

B. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
a) Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.

b) Periode 1950 – 1959
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
c) Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
d) Periode 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.

e) Periode 1998 – sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangam lainnya.
Read more ...